- Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran
~ ANAK SEBAGAI SUBJEK HUKUM / DWI KEWARGANEGARAAN PERNIKAHAN CAMPURAN
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup.[4] Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain. Berdasarkan pasal 1330 KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, wanita bersuami, dan mereka yang dibawah pengampuan. Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.
~ PENGATURAN MENGENAI ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN
A. Menurut Teori Hukum Perdata Internasional
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal. Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis). Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.
Dalam sistem hukum Indonesia, Prof.Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No.62 tahun 1958.
Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.
B. Menurut UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958
1. Permasalahan dalam perkawinan campuran
Ada dua bentuk perkawinan campuran dan permasalahannya :
a. Pria Warga Negara Asing (WNA) menikah dengan Wanita Warga Negara Indonesia (WNI)
Berdasarkan pasal 8 UU No.62 tahun 1958, seorang perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan seorang asing bisa kehilangan kewarganegaraannya, apabila selama waktu satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, ia menjadi tanpa kewarganegaraan. Apabila suami WNA bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa. Karena sulitnya mendapat ijin tinggal di Indonesia bagi laki laki WNA sementara istri WNI tidak bisa meninggalkan Indonesia karena satu dan lain hal( faktor bahasa, budaya, keluarga besar, pekerjaan pendidikan,dll) maka banyak pasangan seperti terpaksa hidup dalam keterpisahan.
b. Wanita Warga Negara Asing (WNA) yang menikah dengan Pria Warga Negara Indonesia (WNI)
Indonesia menganut azas kewarganegaraan tunggal sehingga berdasarkan pasal 7 UU No.62 Tahun 1958 apabila seorang perempuan WNA menikah dengan pria WNI, ia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tapi pada saat yang sama ia juga harus kehilangan kewarganegaraan asalnya. Permohonan untuk menjadi WNI pun harus dilakukan maksimal dalam waktu satu tahun setelah pernikahan, bila masa itu terlewati , maka pemohonan untuk menjadi WNI harus mengikuti persyaratan yang berlaku bagi WNA biasa. Untuk dapat tinggal di Indonesia perempuan WNA ini mendapat sponsor suami dan dapat memperoleh izin tinggal yang harus diperpanjang setiap tahun dan memerlukan biaya serta waktu untuk pengurusannya. Bila suami meninggal maka ia akan kehilangan sponsor dan otomatis keberadaannya di Indonesia menjadi tidak jelas Setiap kali melakukan perjalanan keluar negri memerlukan reentry permit yang permohonannya harus disetujui suami sebagai sponsor. Bila suami meninggal tanah hak milik yang diwariskan suami harus segera dialihkan dalam waktu satu tahun. Seorang wanita WNA tidak dapat bekerja kecuali dengan sponsor perusahaan. Bila dengan sponsor suami hanya dapat bekerja sebagai tenaga sukarela. Artinya sebagai istri/ibu dari WNI, perempuan ini kehilangan hak berkontribusi pada pendapatan rumah tangga.
2. Anak hasil perkawinan campuran
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :
1. Menjadi warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun/ belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya).
- CARA MENDAPATKAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA
Kewarganegaraan Republik Indonesia diperoleh melalui Pewarganegaraan yang dilakukan dengan mengajukan suatu permohonan (“Permohonan Pewarganegaraan”) kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (“Dirjen AHU”).
Pemohon Pewarganegaraan Indonesia
Secara umum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU Kewarganegaraan”) mengatur bahwa permohonan Pewarganegaraan Indonesia dapat diajukan oleh pemohon dengan kriteria sebagai berikut:
a. Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia (“WNI”);
b. Orang Asing yang telah berjasa kepada Negara Indonesia;
c. Anak yang memiliki kewarganegaraan ganda;
d. WNI yang kehilangan status kewarganegaraan Indonesia dan ingin memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pengajuan Permohonan Pewarganegaraan untuk setiap kriteria pemohon memiliki prosedur dan tahapan yang berbeda. Sehubungan dengan pertanyaan Anda di atas, maka dalam hal ini pengajuan Permohonan Pewarganegaraan suami Anda masuk dalam kategori Permohonan Pewarganegaraan Orang Asing yang kawin dengan orang Indonesia.
Adapun Syarat Permohonan Pewarganegaraan Indonesia, Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia karena Kawin, dan Prosedur Pemberian Status Warga Negara karena kawin akan dijelaskan sebagai berikut:
Syarat Permohonan Pewarganegaraan Indonesia
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU Kewarganegaraan, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
3. Sehat jasmani dan rohani;
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6. Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia karena Kawin
Pedoman tentang pengajuan persyaratan untuk menjadi WNI karena perkawinan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tata Cara Menyampaikan Pernyataan untuk Menjadi Warga Negara Indonesia (“Permenkumham 36/2016”) yang memuat ketentuan mengenai kerangka hukum dan pedoman untuk warga negara asing yang kawin secara sah dengan WNI dan ingin mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.
Permohonan Pewargangeraan diajukan kepada Menteri yang dilakukan secara elektronik melalui laman resmi Dirjen AHU di https://www.ahu.go.id/.
Pada saat mengajukan permohonan, Pemohon mengunggah dokumen-dokumen sebagai berikut:
1. Data diri Pemohon yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dari negara asalnya sebagai berikut:
a. Fotokopi akta kelahiran yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi tersumpah dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) atau surat keterangan tempat tinggal Pemohon yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
2. Data diri pasangan Pemohon yang meliputi:
a. Fotokopi akta kelahiran yang telah dilegalisasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
b. Fotokopi KTP yang telah dilegalisasi oleh Pejabat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tingkat kabupaten/kota;
3. Fotokopi akta perkawinan/buku nikah (bagi umat muslim) Pemohon yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi tersumpah dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang tempat dilangsungkannya perkawinan.
4. Asli surat keterangan dari lembaga-lembaga berikut;
a. Kantor imigrasi di tempat tinggal Pemohon yang menerangkan bahwa Pemohon telah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut;
b. Surat keterangan catatan kepolisian Pemohon yang dikeluarkan oleh Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Perwakilan diplomatik negara asal Pemohon yang menerangkan jika Pemohon memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraan dari negara asalnya; dan
d. Rumah sakit pemerintah yang menerangkan kesehatan jasmani dan rohani Pemohon.
5. Enam lembar pas foto terbaru Pemohon ukuran paspor (ukuran 4 x 6 cm dengan latar belakang warna merah, berpakaian rapi dan sopan); dan
6. Asli bukti pembayaran permohonan pernyataan untuk menjadi WNI (biaya permohonan tersebut ditetapkan sebesar Rp 2,5 juta per permohonan).
Setelah mengajukan permohonan secara eletronik, Pemohon wajib menyampaikan dokumen di atas secara fisik kepada Menteri melalui Dirjen AHU dengan disertai surat pernyataan kebenaran isi dokumen fisik yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari sejak tanggal permohonan secara elektronik diterima.
Prosedur Pemberian Status Warga Negara karena Kawin
Setelah menerima dokumen-dokumen fisik yang dikemukakan di atas, Menteri memiliki waktu 10 hari kerja untuk melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran dokumen yang disampaikan tersebut terhitung sejak dokumen fisik diterima.
Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan dokumen fisik, Menteri memberitahukan dan meminta Pemohon untuk melengkapi kekurangan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal pemberitahuan. Jika tidak, permohonan ditolak dan pemberitahuan penolakannya disampaikan kepada Pemohon secara elektronik. Namun, Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan baru di lain waktu.
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan, Permohonan Pewarganegaraan dinyatakan lengkap, Menteri selanjutnya menetapkan keputusan mengenai memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan menyampaikannya secara elektronik kepada Pemohon dan perwakilan negara asal Pemohon. Di samping itu, Menteri juga akan mengumumkan nama Pemohon yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Terakhir, Pemohon diwajibkan mengembalikan dokumen yang berkaitan dengan statusnya sebagai warga negara asing kepada instansi yang berwenang dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri. Setelah mendapatkan status WNI, tahapan berikutnya yang harus dilalui adalah pembuatan KTP untuk WNI yang persyaratan dan prosedurnya ditetapkan oleh Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) pada kelurahan dimana Pemohon berdomisili. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tata Cara Menyampaikan Pernyataan untuk Menjadi Warga Negara Indonesia (“Permenkumham 36/2016”)
Pasal 20 UU Kewarganegaraan
Pasal 21 ayat (3) UU Kewarganegaraan
Pasal 4 Permenkumham 36/2016
Pasal 5 Permenkumham 36/2016
Pasal 21 ayat (3) UU Kewarganegaraan
Pasal 5 ayat (2) dan (3) Permenkumham 36/2016
Pasal 6 Permenkumham 36/2016
Pasal 7 dan 8 Permenkumham 36/2016
Pasal 9 Permenkumham 36/2016
Pasal 11 Permenkumham 36/2016
Pasal 12 Permenkumham 36/2016
Source : Hukum Online
- Hal Yang Dapat Menjadi Penyebab Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden;
4. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
5. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
6. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
7. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya, atau;
8. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
9. Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
10. Menyalahi aturan yang ada di dalam undang-undang
11. Memalsukan kewarganegaraan Indonesia
Source : KEDUBES RI & Guru PPKN
Terakhir, Pemohon diwajibkan mengembalikan dokumen yang berkaitan dengan statusnya sebagai warga negara asing kepada instansi yang berwenang dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri. Setelah mendapatkan status WNI, tahapan berikutnya yang harus dilalui adalah pembuatan KTP untuk WNI yang persyaratan dan prosedurnya ditetapkan oleh Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) pada kelurahan dimana Pemohon berdomisili. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.