Dwi Kewarganegaraan Pernikahan Campuran, mendapatkan Kewarganegaraan, Hal Yang Mengakibatkan Hilangnya Kewarganegaraan

Dwi Kewarganegaraan Pernikahan Campuran, mendapatkan Kewarganegaraan, Hal Yang Mengakibatkan Hilangnya Kewarganegaraan


  • Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran
ANAK SEBAGAI SUBJEK HUKUM / DWI KEWARGANEGARAAN PERNIKAHAN CAMPURAN
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah 
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup.[4] Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain. Berdasarkan pasal 1330 KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, wanita bersuami, dan mereka yang dibawah pengampuan. Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.

~ PENGATURAN MENGENAI ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN
A. Menurut Teori Hukum Perdata Internasional
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.

Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal. Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis). Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.

Dalam sistem hukum Indonesia, Prof.Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No.62 tahun 1958.

Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.

B. Menurut UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958
1. Permasalahan dalam perkawinan campuran
Ada dua bentuk perkawinan campuran dan permasalahannya :
a. Pria Warga Negara Asing (WNA) menikah dengan Wanita Warga Negara Indonesia (WNI)
     Berdasarkan pasal 8 UU No.62 tahun 1958, seorang perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan seorang asing bisa kehilangan kewarganegaraannya, apabila selama waktu satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, ia menjadi tanpa kewarganegaraan. Apabila suami WNA bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa. Karena sulitnya mendapat ijin tinggal di Indonesia bagi laki laki WNA sementara istri WNI tidak bisa meninggalkan Indonesia karena satu dan lain hal( faktor bahasa, budaya, keluarga besar, pekerjaan pendidikan,dll) maka banyak pasangan seperti terpaksa hidup dalam keterpisahan.

b. Wanita Warga Negara Asing (WNA) yang menikah dengan Pria Warga Negara Indonesia (WNI)
     Indonesia menganut azas kewarganegaraan tunggal sehingga berdasarkan pasal 7 UU No.62 Tahun 1958 apabila seorang perempuan WNA menikah dengan pria WNI, ia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tapi pada saat yang sama ia juga harus kehilangan kewarganegaraan asalnya. Permohonan untuk menjadi WNI pun harus dilakukan maksimal dalam waktu satu tahun setelah pernikahan, bila masa itu terlewati , maka pemohonan untuk menjadi WNI harus mengikuti persyaratan yang berlaku bagi WNA biasa. Untuk dapat tinggal di Indonesia perempuan WNA ini mendapat sponsor suami dan dapat memperoleh izin tinggal yang harus diperpanjang setiap tahun dan memerlukan biaya serta waktu untuk pengurusannya. Bila suami meninggal maka ia akan kehilangan sponsor dan otomatis keberadaannya di Indonesia menjadi tidak jelas Setiap kali melakukan perjalanan keluar negri memerlukan reentry permit yang permohonannya harus disetujui suami sebagai sponsor. Bila suami meninggal tanah hak milik yang diwariskan suami harus segera dialihkan dalam waktu satu tahun. Seorang wanita WNA tidak dapat bekerja kecuali dengan sponsor perusahaan. Bila dengan sponsor suami hanya dapat bekerja sebagai tenaga sukarela. Artinya sebagai istri/ibu dari WNI, perempuan ini kehilangan hak berkontribusi pada pendapatan rumah tangga.

2. Anak hasil perkawinan campuran
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :


1. Menjadi warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.

Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun/ belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya).

  • CARA MENDAPATKAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA
Kewarganegaraan Republik Indonesia diperoleh melalui Pewarganegaraan yang dilakukan dengan mengajukan suatu permohonan (“Permohonan Pewarganegaraan”) kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (“Dirjen AHU”).

Pemohon Pewarganegaraan Indonesia
Secara umum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU Kewarganegaraan”) mengatur bahwa permohonan Pewarganegaraan Indonesia dapat diajukan oleh pemohon dengan kriteria sebagai berikut:

a. Orang Asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia (“WNI”);
b. Orang Asing yang telah berjasa kepada Negara Indonesia;
c. Anak yang memiliki kewarganegaraan ganda;
d. WNI yang kehilangan status kewarganegaraan Indonesia dan ingin memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pengajuan Permohonan Pewarganegaraan untuk setiap kriteria pemohon memiliki prosedur dan tahapan yang berbeda. Sehubungan dengan pertanyaan Anda di atas, maka dalam hal ini pengajuan Permohonan Pewarganegaraan suami Anda masuk dalam kategori Permohonan Pewarganegaraan Orang Asing yang kawin dengan orang Indonesia.
Adapun Syarat Permohonan Pewarganegaraan Indonesia, Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia karena Kawin, dan Prosedur Pemberian Status Warga Negara karena kawin akan dijelaskan sebagai berikut:

Syarat Permohonan Pewarganegaraan Indonesia
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU Kewarganegaraan, syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut:

1.   Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;
2.   Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;
3.   Sehat jasmani dan rohani;
4.   Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5.   Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6.   Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7.   Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8.   Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia karena Kawin
Pedoman tentang pengajuan persyaratan untuk menjadi WNI karena perkawinan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tata Cara Menyampaikan Pernyataan untuk Menjadi Warga Negara Indonesia (“Permenkumham 36/2016”) yang memuat ketentuan mengenai kerangka hukum dan pedoman untuk warga negara asing yang kawin secara sah dengan WNI dan ingin mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.
Permohonan Pewargangeraan diajukan kepada Menteri yang dilakukan secara elektronik melalui laman resmi Dirjen AHU di https://www.ahu.go.id/.

Pada saat mengajukan permohonan, Pemohon mengunggah dokumen-dokumen sebagai berikut:
1.   Data diri Pemohon yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang dari negara asalnya sebagai berikut:
a.   Fotokopi akta kelahiran yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi tersumpah dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
b.   Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) atau surat keterangan tempat tinggal Pemohon yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; 
2.   Data diri pasangan Pemohon yang meliputi:
a.   Fotokopi akta kelahiran yang telah dilegalisasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
b.   Fotokopi KTP yang telah dilegalisasi oleh Pejabat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tingkat kabupaten/kota; 
3.  Fotokopi akta perkawinan/buku nikah (bagi umat muslim) Pemohon yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi tersumpah dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang tempat dilangsungkannya perkawinan.
4.   Asli surat keterangan dari lembaga-lembaga berikut;
a.  Kantor imigrasi di tempat tinggal Pemohon yang menerangkan bahwa Pemohon telah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut;
b.   Surat keterangan catatan kepolisian Pemohon yang dikeluarkan oleh Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c.  Perwakilan diplomatik negara asal Pemohon yang menerangkan jika Pemohon memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraan dari negara asalnya; dan
d.   Rumah sakit pemerintah yang menerangkan kesehatan jasmani dan rohani Pemohon.
5.   Enam lembar pas foto terbaru Pemohon ukuran paspor (ukuran 4 x 6 cm dengan latar belakang warna merah, berpakaian rapi dan sopan); dan
6.   Asli bukti pembayaran permohonan pernyataan untuk menjadi WNI (biaya permohonan tersebut ditetapkan sebesar Rp 2,5 juta  per permohonan).
Setelah mengajukan permohonan secara eletronik, Pemohon wajib menyampaikan dokumen di atas secara fisik kepada Menteri melalui Dirjen AHU dengan disertai surat pernyataan kebenaran isi dokumen fisik yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari sejak tanggal permohonan secara elektronik diterima.

Prosedur Pemberian Status Warga Negara karena Kawin
Setelah menerima dokumen-dokumen fisik yang dikemukakan di atas, Menteri memiliki waktu 10 hari kerja untuk melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran dokumen yang disampaikan tersebut terhitung sejak dokumen fisik diterima.
Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan dokumen fisik, Menteri memberitahukan dan meminta Pemohon untuk melengkapi kekurangan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal pemberitahuan. Jika tidak, permohonan ditolak dan pemberitahuan penolakannya disampaikan kepada Pemohon secara elektronik. Namun, Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan baru di lain waktu.
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan, Permohonan Pewarganegaraan dinyatakan lengkap, Menteri selanjutnya menetapkan keputusan mengenai memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan menyampaikannya secara elektronik kepada Pemohon dan perwakilan negara asal Pemohon. Di samping itu, Menteri juga akan mengumumkan nama Pemohon yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Terakhir, Pemohon diwajibkan mengembalikan dokumen yang berkaitan dengan statusnya sebagai warga negara asing kepada instansi yang berwenang dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri. Setelah mendapatkan status WNI, tahapan berikutnya yang harus dilalui adalah pembuatan KTP untuk WNI yang persyaratan dan prosedurnya ditetapkan oleh Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) pada kelurahan dimana Pemohon berdomisili. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum :
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tata Cara Menyampaikan Pernyataan untuk Menjadi Warga Negara Indonesia (“Permenkumham 36/2016”)
Pasal 20 UU Kewarganegaraan
Pasal 21 ayat (3) UU Kewarganegaraan
Pasal 4 Permenkumham 36/2016
Pasal 5 Permenkumham 36/2016
Pasal 21 ayat (3) UU Kewarganegaraan
Pasal 5 ayat (2) dan (3) Permenkumham 36/2016
Pasal 6 Permenkumham 36/2016
Pasal 7 dan 8 Permenkumham 36/2016
Pasal 9 Permenkumham 36/2016
Pasal 11 Permenkumham 36/2016
Pasal 12 Permenkumham 36/2016
Source : Hukum Online
  • Hal Yang Dapat Menjadi Penyebab Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia

1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden;
4. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
5. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
6. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
7. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya, atau;
8. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
9. Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
10. Menyalahi aturan yang ada di dalam undang-undang
11. Memalsukan kewarganegaraan Indonesia

Source : KEDUBES RI & Guru PPKN

Terakhir, Pemohon diwajibkan mengembalikan dokumen yang berkaitan dengan statusnya sebagai warga negara asing kepada instansi yang berwenang dalam waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri. Setelah mendapatkan status WNI, tahapan berikutnya yang harus dilalui adalah pembuatan KTP untuk WNI yang persyaratan dan prosedurnya ditetapkan oleh Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) pada kelurahan dimana Pemohon berdomisili. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL


MAKALAH
ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL

Dosen Mata Kuliah :

 RAFIQA MAULIDIA

ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL

Disusun Oleh :
Nur Alwi
                                                                  24317567 / 2 TB 03


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
JURUSAN ARSITEKTUR
2019

KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya penulis diberi kesehatan walafiat, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ini dengan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Esensi dan Urgensi Identitas Nasional” ini merupakan aplikasi dari penulis selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang identitas nasional. Selesainya makalah ini tidak lepas dari kerjasama berbagai pihak, baik itu dari dosen pengajar ataupun dari pihak – pihak lainnya yang turut serta membantu terselesaikannya makalah ini.
Besar harapan penulis semoga makalah yang penulis sajikan ini berguna dan dapat menginspirasi bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.


Cibinong, 31 Maret 2019


Nur Alwi



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI. ii
BAB I. 1
PENDAHULUAN.. 1
1.1 LATAR BELAKANG.. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH.. 2
1.3 TUJUAN.. 2
BAB II. 3
PEMBAHASAN.. 3
2.1 PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL.. 3
2.2 UNSUR-UNSUR IDENTITAS NASIONAL.. 5
2.3 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL. 6
2.4 FUNGSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL.. 7
2.5 DINAMIKA DAN TANTANGAN IDENTITAS NASIONAL INDONESIA.. 8
2.6 SOLUSI DARI DINAMIKA DAN TANTANGAN IDENTITAS NASIONAL.. 10
BAB III. 12
PENUTUP. 12
3.1 KESIMPULAN.. 12
3.2 SARAN.. 13
DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap Negara yang merdeka dan berdaulat sudah dapat dipastikan berupaya memiliki identitas nasional agar negara tersebut dapat dikenal oleh negara-bangsa lain, dan dapat dibedakan dengan bangsa lain. Identitas Nasional mampu menjaga eksistensi dan kelangsungan hidup negara-bangsa. Negara-bangsa memiliki kewibawaan dan kehormatan sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa lain serta akan menyatukan bangsa yang bersangkutan.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi ini mendapat tantangan yang sangat kuat, terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalis Revolution, era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu per satu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib sosial, politik, dan kebudayaan (Berger, 1988).
Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan, kerukunan, toleransi dan solidaritas sosial, idealisme dan sebagainya telah hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang penuh paradoks. Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya dalam malfungsi dan disfungsi. Trust atau kepercayaan antar sesama baik vertikal maupun horisontal telah lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional kita dilecehkan dan dipertanyakan eksistensinya. 
Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat kita menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan kebudayaan Indonesia.Dengan demikian secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk membina dan mengembangkan Identitas Nasional kita telah diberi dasar dan arahnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Apa itu pengertian identitas nasional secara etimologis dan terminologis ?
2.      Bagaimana fungsi dan urgensi identitas nasional ?
3.      Faktor apa saja yang menjadi pendukung kelahiran identitas nasional ?
4.      Bagaimana fungsi dan urgensi identitas nasional ? Apa unsur-unsur identitas nasional ?
5.      Bagaimana kenegaraan bagi anka dengan pernikahan campuran?
6.      Bagaimana cara mendapatkan kewarganegaraan Indonesia?
7.      Hal – hal apa saja yang dapat menghilangnya kewarganegaraan Indonesia?
8.      Bagaimana solusi dari dinamika dan tantangan identitas nasional ?

1.3 TUJUAN

1.      Untuk mengetahui pengertian identitas nasional secara etimologis dan terminologis
2.      Untuk mengetahui hak anak dari pernikahan silang
3.      Untuk mengetahui unsur-unsur identitas nasional
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung kelahiran identitas nasional
5.      Untuk mengetahui hal yang dapat menyebapkan kehilangan kewarganegaraan Indonesia
6.      Untuk mengetahui fungsi dan urgensi identitas nasional
7.      Untuk mengetahui dinamika dan tantangan identitas nasional indonesia
8.      Untuk mengetahui solusi dari dinamika dan tantangan identitas nasional
9.      Untuk mengetahui cara mendapatkan kewarganegaraan Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL

Secara etimologis identitas nasional berasal dari dua kata yaitu “identitas” dan “nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme. 
Secara terminologis istilah identitas nasional memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut pendapat beberapa ahli. Menurut Kaelan (2010: 43) menyatakan bahwa identitas nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.demikian pula hal ini sangat ditentukan oleh bagaimana proses bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan diatas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian bangsa.
Menurut Koento Wibisono (2005) menyatakan bahwa Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan  manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya. Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang  dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang “terbuka”  yang cenderung  terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimilki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Tilaar (2007) menyatakan identitas nasional berkaitan dengan pengertian bangsa. Menurutnya,bangsa adalah suatu keseluruhan alamiah dari seseorang karena daripadanyalah seorang individu memperoleh realitasnya. Artinya, seseorang tidak akan mempunyai arti bila terlepas dari masyarakatnya. Dengan kata lain, seseorang akan mempunyai arti bila ada dalam masyarakat. Dalam konteks hubungan antarbangsa, seseorang dapat dibedakan karena nasionalitasnya sebab bangsa menjadi penciri yang membedakan bangsa yang satu dengan bangsa lainnya.

2.2 UNSUR-UNSUR IDENTITAS NASIONAL

Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa.
1)  Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
2) Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
3)  Kebudayaan, adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4) Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional  tersebut diatas dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :
1). Identitas Fundamental; yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara.
2) Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan agama serta kepercayaan (agama).  

2.3 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL

Faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi (1) faktor objektif, yaitu faktor geografis, ekologis, dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002). Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial, dan kultural bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada di dalamnya.
Sedangkan Robert De Ventos mengemukakan bahwa teori munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik, dan faktor reaktif. Faktor pertama, mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Bagi bangsa Indonesia yang tersusun dari berbagai etnis, bahasa, agama, wilayah, serta bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan masing-masing. Hal inilah yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Faktor kedua, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan Negara. Dalam hubungan ini bagi suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi serta pembangunan negara dan bangsanya merupakan suatu identitas nasional yang bersifat dinamis. Faktor ketiga, mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa telah merupakan bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia telah merupakan bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat. Penderitaan dan kesengsaraan hidup serta semangat bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis dalam membentuk memori kolektif rakyat.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari bangsa lain. Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa dan negara dengan konsep nama Indonesia. Bangsa dan negara Indonesia ini dibangun dari unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi satu kesatuan bangsa dan negara dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu, pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama, serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang sangat panjang.

2.4 FUNGSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL

Identitas nasional itu penting, sebagaimana telah dijelaskan bahwa sebuah negara dapat diibaratkan seorang individu manusia. Salah satu tujuan Tuhan menciptakan manusia adalah agar manusia saling mengenal. Agar individu manusia dapat mengenal atau dikenali oleh individu lain, manusia perlu memiliki ciri atau identitas.
Selanjutnya, kita akan mengaitkan identitas diri individu dengan konteks negara atau bangsa. Identitas nasional itu penting bagi sebuah negara agar bangsa kita dikenal oleh bangsa lain. Apabila kita sudah dikenal oleh bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa sesuai dengan fitrahnya. Identitas nasional bagi sebuah negara-bangsa sangat penting bagi kelangsungan hidup negara-bangsa tersebut. Tidak mungkin negara dapat hidup sendiri sehingga dapat eksis. Setiap negara seperti halnya individu manusia tidak dapat hidup menyendiri. Setiap negara memiliki keterbatasan sehingga perlu bantuan/pertolongan negara atau bangsa lain. Demikian pula bagi indonesia, kita perlu memiliki identitas agar dikenal oleh bangsa lain untuk saling memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu, identitas nasional sangat penting untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan nasional negara-bangsa Indonesia.
Identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia. Dengan adanya identitas maka akan tumbuh rasa hormat dan saling menghargai antar negara-bangsa. Dalam berhubungan antarnegara tecipta hubungan yang sederajat/sejajar, karena masing-masing mengakui bahwa setiap negara berdaulat tidak boleh melampaui kedaulatan negara lain. Istilah ini dalam hukum internasional dikenal dengan asas “Par imparem non habet imperium” yang artinya bahwa negara berdaulat tidak dapat melaksanakan yurisdiksiterhadap negara berdaulat lainnya.

2.5 DINAMIKA DAN TANTANGAN IDENTITAS NASIONAL INDONESIA

Banyak sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari mengenai dinamika kehidupan dan tantangan terkait identitas nasional yang pernah kita lihat sebagai berikut :
1.      Pancasila belum menjadi sikap dan perilaku sehari-hari ( membuang sampah sembarangan, tidak disiplin)
2.      Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara
( kesantunan, kepedulian)
3.      Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar ( menghargai dan mencintai buaya asing )
4.      Lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa indonesia.
5.      Lebih mengapresiasi lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu nasional atau lagu daerah sendiri.
6.      Lunturnya semangat nasionalisme dalam menjunjung nama bangsa dan negara.
Kita harus mampu menghadapi segenap tantangan dan hambatan dalam kehidupan guna dapat memelihara stabilitas nasional. Tantangan dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak mendapat tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra ( Tilaar,2007), menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua kehidupan masyarakat indonesia karena: 1) Pancasila dijadikan sebagai kendaraan politik; 2) adanya liberalismepolitik; dan 3) lahirnya desentralisasi atau otonomi daerah menurut Tilaar (2007)
Disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya pada era reformasi bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Oleh karena itu perlu adanya pendukungdalam meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pegangan dalam bermasyarakat. Memahami dan mengerti nilai-nilai pancasila sejak dini dalam kehidupan sekolah sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila. Kita perlu memahami secara penuh bahwa pancasila sebagai pedoman hidup bangsa sehingga kita dapat merasa berkewajiban dalam melaksanakannya.
Tantangan terkait memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme perlu mendapat perhatian. Bangsa indonesia perlu mengupayakan strategi untuk mengalihkan kecintaan terhadap bangsa asing agar dapat berubah menjadi bangsa sendiri. Hal tersebut perlu adanya upaya dari generasi baru untuk mendorong bangsa indonesia untuk membuat prestasi yang tidak dapat dibuat oleh bangsa lain. Mendorong masyarakat kita untuk bangga menggunakan produk bangsa sendiri.
Semua unsur formal identitas nasional, baik langsung maupun secara tidak langsung diterapkan, perlu dipahami, diamalkan dan diperlakukan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak pada sejauh mana masyarakat kita memahami dan menyadari dirinya sebagai warga negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara indonesia dengan pancasila sebagai pedomannya. Oleh karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara berkelanjutan untuk menjadi warga negara yang baik dan cerdas.

2.6 SOLUSI DARI DINAMIKA DAN TANTANGAN IDENTITAS NASIONAL

Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional,  perlu ditempuh melalui revitalisasi Pancasila. Revitalisasi sebagai manifesatsi Identitas Nasional mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan, dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yang meliputi:
1.         Realitas: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonsentrasikan sebagai cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kampus utamanya, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im sein.
2.         Idealitas: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan di objektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok yang lebih baik, melalui seminar atau gerakan dengan tema “Revitalisasi Pancasila”.
3.         Fleksibilitas: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan “tertutup”menjadi sesuatu yang sakral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan jaman yang terus-menerus berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”, sebagaimana dikembangkan di Pusat Studi Pancasila (di UGM), Laboratorium Pancasila (di Universitas Negeri Malang).

Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan Identitas Nasional inilah, maka Identitas Nasional dalam alur rasional-akademik tidak saja segi tekstual melainkan juga segi konstekstualnya dieksplorasikan sebagai referensi kritik sosial terhadap berbagai penyimpangan yang melanda masyarakat kita dewasa ini. Untuk membentuk jati diri maka nilai-nilai yang ada tersebut harus digali dulu misalnya nilai-nilai agama yang datang dari Tuhan dan nilai-nilai yang lain misalnya gotong royong, persatuan kesatuan, saling menghargai menghormati, yang hal ini sangat berarti dalam memperkuat rasa nasionalisme bangsa. Dengan saling mengerti antara satu dengan yang lain maka secara langsung akan memperlihatkan jati diri bangsa kita yang akhirnya mewujudkan identitas nasional kita.
Sementara itu untuk mengembangkan jati diri bangsa dimulai dari nilai-nilai yang harus dikembangkan yaitu nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, berani mengambil resiko, harus bertanggung jawab terhadap apa yang boleh dilakukan, adanya kesepakatan dan berbagai terhadap sesama. Untuk itu perlu perjuangan dan ketekunan untuk menyatukan nilai, cipta, rasa dan karsa itu. (Soemarno, Soedarsono).

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Secara etimologis identitas nasional berasal dari dua kata yaitu “identitas” dan “nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Secara terminologis istilah identitas nasional memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut pendapat beberapa ahli. Menurut Kaelan (2010: 43) menyatakan bahwa identitas nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa.
Identitas nasional itu penting bagi sebuah negara agar bangsa kita dikenal oleh bangsa lain. Apabila kita sudah dikenal oleh bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa sesuai dengan fitrahnya. Dengan adanya identitas maka akan tumbuh rasa hormat dan saling menghargai antar negara-bangsa. Dalam berhubungan antarnegara tecipta
Disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya pada era reformasi bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Oleh karena itu perlu adanya pendukung dalam meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pegangan dalam bermasyarakat. Memahami dan mengerti nilai-nilai pancasila sejak dini dalam kehidupan sekolah sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila. Kita perlu memahami secara penuh bahwa pancasila sebagai pedoman hidup bangsa sehingga kita dapat merasa berkewajiban dalam melaksanakannya.

3.2 SARAN

Sebagai masyarakat Indonesia yang baik kita harus bisa ikut serta dalam menjaga dan melestarikan apa yang menjadi identitas negara Indonesia tercinta ini. Hal itu dikarenakan identitas negara merupakan aset yang sangat berharga bagi seuatu negara atau bangsa yang menjadi pembeda sekaligus tanda pengenal dengan bangsa lain. Jangan biarkan bangsa lain mengklaim apa yang menjadi identitas negara kita (Indonesia).

DAFTAR PUSTAKA


Herdiawanto, H., & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, Dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.
Kaelan, & Zubaidi, A. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Sumantri, A. (2014). Bab II Bagaimana Esensi dan Urgensi Identitas Nasional Sebagai Salah Satu Determinan Pembangunan Bangsa dan Karakter. Dipetik Desember 3, 2016, dari kuliahdaring.dikti.go.id